Oleh: Wedha
Embrio gaya ini saya mulai pada sekitar tahun 1990-1991. Memasuki usia 40 tahun, terlahir 10 Maret 1951, ketika itu saya sudah merasakan menurunnya fungsi mata saya. Ditambah lagi sebagai seorang yang kurang sekali mengindahkan gaya hidup sehat, saya mulai merasa terlalu cepat lelah. Kendala fisik itu mulai mengganggu setiap kali saya harus menyelesaikan gambar, apalagi gambar sosok manusia realis yang menurut saya bertingkat kesulitan paling tinggi. Memilih dan mencampur warna menjadi hal yang menyulitkan. Kemiripan warna kulit manusia, kehalusan goresan, menjadi sesuatu yang mahal buat saya.
Dalam keadaan seperti itulah kemudian saya mulai memikirkan cara melukis atau menggambar wajah manusia dengan cara yang lebih mudah. Cara yang memungkinkan saya menghindarkan diri dari keharusan mengolah warna kulit manusia yang sulit, cara tanpa tuntutan ketrampilan yang memadai untuk memulas.
Saya yang sejak masa sekolah sangat menyukai pelajaran ilmu ukur ruang (stereometri), mulai mengutik-utik masalah titik, garis dan bidang. Mulailah saya membayangkan wajah manusia sebagai kumpulan bidang-bidang datar yang dibentuk oleh garis-garis imajiner.
Cukup panjang proses yang saya lalui sebelum mendapatkan bentuk dan cara membuatnya seperti yang sekarang. Tapi perjalanan itu saya tapaki dengan antusias karena semakin lama perjalanan itu semakin memberi keyakinan akan tercapainya apa yang saya inginkan. Cara memprosesnya juga mengalami perubahan yang signifikan. Cara manual dan cara yang menggunakan komputer. Perlu diketahui, pada waktu itu sekitar tahun 1990-1991, komputerisasi belum merata menjamah majalah tempat saya berkarya. Saya sendiri baru mengenal komputer sekitar tahun 1998.
Di dalam proses manual saya menemukan cara yang mudah dan semakin mudah. Tapi semakin mudah cara yang saya temukan, saya semakin ragu untuk mengatakan bahwa apa yang saya hasilkan ini cukup bernilai untuk disebut sebagai karya seni. Walaupun pada kenyataannya karya saya ini mulai digemari pembaca, bahkan pada beberapa kesempatan banyak musisi dunia mengagumi karya saya. Grup Scorpion, Metallica atau James Ingram adalah beberapa nama yang masih saya ingat, tetap saja saya menganggapnya hanya sebagai karya yang paling mudah membuatnya untuk memenuhi tugas saya sebagai illustrator.
Kalau saya merasa mudah, tentu banyak orang yang akan menganggapnya begitu. Kalau prosesnya mudah tapi hasilnya cukup menarik, tidak mustahil para perupa lain sudah lebih dahulu menekuninya sebelum saya. Perasaan inilah yang membelenggu saya untuk tidak mempublikasikannya secara luas, kecuali untuk pengisi halaman 3 majalah saya. Bahkan perasaan ini nyaris mengkristal ketika seorang teman mengkritik saya sebagai seorang yang berkesenian secara akal-akalan.
Syukurlah, memasuki tahun 2007, beberapa orang kenalan berhasil meyakinkan saya bahwa mereka sampai sekarang masih menyukai dan merasa kangen dengan tampilnya lagi karya yang pada mulanya saya beri nama Foto Marak Berkotak itu. Bahkan ada pemerhati karya saya yang telah lama ingin menemui saya untuk menuntaskan rasa penasarannya pada karya saya. Ya, mereka yang sejak duduk di bangku sekolah menyukai karya saya, telah secara perlahan mencairkan belenggu yang saya ciptakan sendiri.
Puncaknya terjadi pada hari Jum’at 22 juni 2007. Seorang Ketua jurusan DKV Universitas Multimedia Nusantara bernama Gumelar yang hari itu sengaja saya temui, mengatakan bahwa beliau yang sudah melanglang jagad itu baru kali ini melihat karya semacam karya saya. Saya layak melabelkan gaya ini sebagai gaya Wedha, lanjutnya, dan bahkan saya berkewajiban untuk meluaskan gaya saya ini (yang dikatakan sebagai terobosan baru) dalam bentuk buku kepada semua orang, agar ada yang melanjutkan kelak bila saya sudah tiada. Terimakasih saya yang teramat dalam kepada semua pemerhati karya-karya saya, khususnya Ade Darmawan, direktur komunitas Ruang rupa, Meniek, Pak Gumelar, Pak Djoko Hartanto dan rekan kerja saya, Angky Astari.
Embrio Gaya Wedha
Karya-karya awal gaya ini sudah didominasi oleh bidang-bidang geometrik yang saya bentuk dengan goresan bebas (free hand stroke) dan menggunakan medium crayon. Pewarnaannya sudah meninggalkan pakem warna kulit manusia, juga dengan stroke bebas. Pembidangan pada karya ini mengikuti intuisi saya pada saat saya mengamati wajah seseorang (biasanya figur-figur terkenal di bidangnya masing-masing), melalui fotonya. Saya berusaha keras menangkap ekspresi figur yang saya hadapi lewat beberapa foto.
Saya buang jauh konsep realisme. Proses ini kental unsur intuisinya. Sosoknya sendiri banyak mengalami deformasi yang saya tafsirkan dengan penyangatan bentuk. Tahap ini berjalan beberapa bulan saja. Sayang di buku ini saya hanya bisa menampilkan dua diantara karya yang telah saya buat. Yang pertama, Freddy Mercury dari Queen, sedang yang kedua, maaf, saya sendiri lupa siapa figur yang saya lukis ini. Tapi masyarakat pembaca masih adem-adem saja menerimanya, mungkin karya dengan gaya ini sudah dianggap biasa karena saya lihat juga gaya ini sudah sering muncul di beberapa majalah terbitan luar negeri. Gambar 1.
Waktu terus berjalan. Ada dorongan bathin untuk lebih menguatkan unsur garis, sesuai dengan kelengkapan sebuah komposisi, ada garis, ada bidang. Intuisi yang mendasarinya masih sama. Dengan medium poster color, garis-garis kuat ini saya terapkan ketika saya melukis wajah David Foster yang ketika itu berkunjung ke majalah kami, dan juga untuk Bob Geldof. Tapi kemudian, saya merasa tampilan gari-garis itu tidak menyatu dengan warna. Dan kalau dihubungkan dengan pewarnaan, terasa tampilan garis itu berlebihan. Warna-warna yang memang sudah berbeda, bila disandingkan otomatis akan membentuk garis pemisah sendiri, walaupun garis pemisah itu imajiner. Inilah sebabnya kenapa tampilnya garis nyata yang tegas terasa belebihan. Gaya dengan garis kuat ini hanya tampil 2 kali. Gambar 2.
Saya memasuki perkembangan baru. Kalau dua warna berbeda yang berdampingan sudah bisa menimbulkan garis imajiner, buat apa dibuat garis lagi? Dengan pemikiran ini, saya hilangkan tampilan garis. Tapi untuk lebih menguatkan garis imajiner atau garis pemisahan antar 2 bidang warna, pada karya-karya tahap ini saya sengaja menggunakan penggaris. Jadilah wajah-wajah seorang pelari pemenang medali emas Olympiade dari Kenya (maaf namanya lupa), Jack Nicholson, Whoopie Goldberg, Al Pacino dan seorang lagi yang saya lupa nama dan profesinya. Gambar 3.
Tapi sayangnya, tidak semua orang mengenali wajah keempat figur yang saya buat. Hanya orang-orang tertentu atau mereka yang kebetulan melihat potret aslinya saja yang mengenali siapa yang saya lukis. Ada yang kurang tepat pada konsep tahap ini. Penafsiran saya terhadap ekspresi wajah yang saya lukis mungkin saja berbeda dengan penafsiran sebagian besar masyarakat. Sebagai perupa terapan, saya merasa tidak bahagia kalau karya saya ternyata hanya komunikatif dengan sebagian kecil masyarakat pemirsa.
Pada periode inilah saya memberi nama Foto Marak Berkotak (FMB) untuk gaya ini. Nama itu saya perlukan untuk sekedar membedakan jenis ini dengan jenis-jenis lain yang secara simultan saya lakukan. Ya, saya kira jenis ini agak berbau seni murni.
Cukup lama saya berpikir untuk mencari pemecahan masalah perbedaan persepsi ini. Saya telaah lagi hasil karya saya sendiri. Mungkin Anda setuju kalau saya katakan bahwa secara anatomis, wajah-wajah pada karya saya itu tampak berantakan, walau tidak seberantakan Woman-nya Picasso. Dalam perenungan, wajah yang berantakan ini menjadi topik utama. Berantakannya Picasso adalah sah karena dia seorang fine artist. Tapi bagi saya yang perupa terapan tentu menjadi masalah ketika karya saya berhadapan dengan komunikan.
Kemudian ada pula godaan di dalam untuk bersikap sebagai seniman murni. Masyarakat kenal atau tidak siapa yang saya lukis, suka atau enggak pada gaya yang saya buat, saya nggak peduli. Yang penting saya sudah melampiaskan intuisi saya, selesai. Kalau saya ikuti godaan itu, jelas akan lebih mudah bagi saya untuk berkarya. Tapi akhirnya saya tepis juga godaan itu. Saya pikir kalau saya bersikap seperti itu, apakah saya tidak terlalu egois?
Kembali pada perbedaan persepsi antara saya dan pemirsa karya saya. Inikah masalah yang harus saya pecahkan itu? Kalau iya, apa solusinya? Pertanyaan yang cukup menyulitkan! Waktu itu saya mencoba introspeksi. Mungkin pada penggarapan karya pada tahap ini saya terlalu memanjakan intuisi seni saya sendiri. Pemanjaan intuisi ini saya lakukan pada 2 aspek penting dalam lukisan saya; aspek warna dan aspek penyangatan bentuk (deformasi).
Dari masukan yang saya peroleh, ternyata aspek deformasilah yang membuat karya saya ini berjarak dengan sebagian pemirsanya. Mereka belum bisa menangkap apa yang saya tangkap yang kemudian saya persembahkan di hadapan mereka. Seberantakan apapun posisi atau proporsi masing-masing elemen wajah, saya tetap mengenalinya. Saya tetap menangkap ekspresi Al Pacino atau Jack Nicholson disitu karena memang saya sendiri yang membuatnya begitu. Tapi bagaimana dengan sebagian besar komunikan karya saya?
Sementara aspek pewarnaan yang nyleneh justru mendapat respon positip. Saya sedih karena sebagian pemirsa masih berjarak. Saya ingin semua orang di jagad raya ini, tanpa kecuali bisa menyukai atau paling tidak bisa menerima karya saya ini. Saya membuat karya ini bukan untuk saya simpan sendiri. Saya ingin berbagi. Di sini kepekatan saya sebagai seniman terapan diuji. “Seni terapan berorientasi pada publik”, di dalam benak saya, kata-kata itu selalu beradu kuat dengan kata “setiap insan berhak memanjakan intuisi pribadinya”.
Saya tau, saya harus memilih. Tapi masalahnya,yang mana? Demi penerimaan masyarakat yang lebih luas, akhirnya saya memenangkan kata-kata pertama. Saya harus berorientasi pada publik, walaupun dalam batas tertentu saya masih merasa punya hak untuk mendikte publik dengan intuisi pribadi saya.
Walau keputusan sudah saya ambil, tapi masih ada soal lain yang berkaitan dengan dengan hal itu. Pada aspek mana saya harus kompromis dengan publik dan seberapa jauh hal itu bisa saya lakukan?. Pertanyaan yang sama untuk aspek yang harus saya pertahankan.
Pertanyaan ini akhirnya terjawab ketika saya mengingat pengalaman-pengalaman di masa lalu. Ketika kita melukis potret seseorang, tingkat kemiripan tidak tergantung pada warnanya tapi pada bentuk atau proporsi yang secara anatomis benar. Anda pasti akan tetap mengenali wajah seseorang dengan tampilan full color walaupun kemudian mode warnanya Anda ubah menjadi grayscale. Jadi yang bisa saya pertahankan penuh adalah gaya pewarnaan saya. Sedang untuk bentuk/proporsi, saya harus kompromis. Kompromis dalam arti, secara global bentuk wajah, posisi elemen-elemen anggota wajah dan proporsinya harus tetap sama dengan potret aslinya, tapi detail pembidangan tetap di tangan intuisi saya.
Agar secara global bentuk wajah yang saya lukis masih tetap sama, ada 3 pilihan cara yang bisa saya lakukan:
1. Membuat sket langsung sambil memandang fotonya.
2. Menggunakan proyektor untuk memproyeksikan foto yang akan saya lukis pada kanvas atau kertas gambar.
3. Tracing.
Pilihan pertama langsung saya singkirkan. Dalam keadaan mata yang mulai kabur dan fisik yang kurang baik, pilihan ini akan terlalu merepotkan. Pilihan kedua juga kurang bersahabat, karena saya tidak memiliki proyektornya. Apalagi, pada masa itu saya belum mengenal apa itu scanner. Akhirnya pilihan ketigalah yang saya ambil. Pilihan ini paling meringankan buat kerja saya, walaupun terasa beban moral disitu. Terus terang, selama belasan tahun berkarir sebagai ilustrator, menjiplak (tracing) foto adalah pekerjaan yang belum pernah saya lakukan. Apa boleh buat. Dengan kendala yang ada, saya harus melakukannya. Saya bertekad, tracing sih tracing tetapi saya akan melakukan tracing yang tetap bermartabat! Gb. 5.
Tracing bermartabat? Macam mana pula itu? Tracing ini adalah tracing kreatif yang tidak tunduk 100 persen pada apa yang sedang di trace. Pada proses inilah prinsip-prinsip dalam ilmu ukur ruang yang masih saya ingat, berperan kuat.
Beberapa prinsip itu adalah :
• Garis lengkung pada hakikatnya adalah gabungan dari garis lurus pendek dalam jumlah tak terhingga.
• Bidang lengkung pada hakikatnya adalah gabungan bidang-bidang datar dalam jumlah tak terhingga. Gb. 4.
Prinsip-prinsip itu masih ditambah dengan keyakinan intuisi saya bahwa bidang yang terbentuk oleh garis-garis lurus akan tampak lebih kuat dibanding dengan bidang bentukan garis-garis lengkung. Dan sesuatu yang terukur dengan tegas akan berkesan kuat. Jelasnya begini, sejauh itu dimungkinkan saya akan membuat bidang-bidang hasil tracing tadi berdiri tegak (vertical) atau berbaring pasti (horizontal). Andai terdapat kemiringan, kemiringan itu harus terukur tegas, dengan derajat kemiringan 60, 45, 30 atau 15 derajat, tapi tidak 93, 88 atau 5, 4 derajat.
Nah, dengan didasari prinsip-prinsip diatas, dalam karya-karya saya, tidak akan Anda temui garis lengkung atau bidang yang terbentuk oleh garis lengkung. Dan bisa dirasakan dan terlihat, saya paling suka bila pada setiap karya, saya bisa tampilkan bidang-bidang vertical yang berbalas tegas dengan dengan kemiringan bidang lainnya.
Pewarnaan
Sudah sejak lama para pakar warna pendahulu kita menggolongkan warna-warna menjadi golongan warna panas, sejuk dan dingin, atau terang, agak gelap dan gelap. Gambar 6. Penggolongan ini di dasarkan pada fenomena alam yang terjadi di bumi ini. Kita merasakan dan membayangkan bagaimana panasnya lelehan lava pijar dari gunung berapi. Kemudian kita adopsi warna-warna yang ada pada lava pijar itu, jadilah kelompok warna itu golongan warna panas. Demikian pula yang terjadi ketika manusia merasakan dan melihat suasana musim semi, gugur dan musim dingin/salju.
Dengan pendekatan lain, pendahulu kita juga mengelompokkan warna-warna menjadi kelompok warna depan, tengah dan kelompok warna belakang. Pengelompokan ini didasari adanya perbedaan panjang gelombang dan frekuensi getaran dari masing-masing unsur kimia pembentuk warna yang terpantul ke mata kita.
Ada warna depan, warna tengah dan belakang. Perbedaan ini saya kira cukup untuk menimbulkan dimensi. Gambar 7. Dan inilah aturan main yang saya pakai dalam mewarnai setiap karya saya, walaupun penafsiran atas tataran itu bisa berbeda pada setiap karya. Jelasnya, untuk suatu karya saya menganggap kuning sebagai warna depan. Tentu warna tengahnya bisa oranye atau hijau muda sedang untuk warna belakangnya bisa ungu atau coklat. Tetapi di lain waktu warna kuning yang sama saya perlakukan sebagai warna tengah. Tentu saja warna putihlah yang saya anggap sebagai warna depan dan biru atau hijau sebagai warna belakang.
Penafsiran kedudukan warna ini sebenarnya bisa lebih mudah bila kita melakukannya dengan mono colour. Kita tinggal memainkan tint atau shade dari hue yang tunggal. Gambar 8. Saya jarang sekali melakukan cara penafsiran ini, kecuali bila ada muatan ekspresi tertentu yang ingin saya tampilkan. Pada umumnya karya saya marak dengan warna.
Teknologi komputer membuat proses pembuatannya menjadi sedemikian mudah. Bagi yang memahami dan biasa mengoperasikan software Photoshop, Adobe Illustrator, Freehand atau Coreldraw, proses yang merepotkan di atas, akan terasa sangat sederhana. Saya sendiri hanya memanfaatkan tool yang tersedia, Polygonal lasso atau Pen tool dan Paint Bucket. Rasanya tak perlu lagi proses dengan komputer itu kita beberkan di sini. Terlalu mudah.
Penutup
Dengan pemaparan ini saya sama sekali tidak berharap untuk bisa mengajak semua orang untuk melukis potret dengan cara yang saya lakukan ini. Tidak, kecuali karena tidak berhak, saya juga beranggapan dan percaya bahwa suatu gaya dalam seni rupa itu tidak boleh dan tidak akan mati, berhenti pada gaya tertentu. Yang saya inginkan hanyalah agar gaya saya ini bisa memperkaya khasanah dunia seni rupa dan bias dinikmati oleh semua orang. Kemungkinan lain yang saya bayangkan adalah, dengan mempelajari dan memahami gaya ini, akan terbuka peluang yang luas bagi setiap orang untuk bisa menemukan lagi terobosan-terobosan baru dalam melukis potret khususnya, dan dunia seni rupa pada umumnya. Amien.
Catatan redaksi: Jumlah komentar pada artikel ini di situs DGI-Indonesia.com tidak sebanyak di blog DGI (http://desaingrafisindonesia.wordpress.com/2008/07/18/wedhas-pop-art-portrait/), mungkin tidak terangkat pada saat pindahan.
•••
Sangat menarik..jadi teringat ketika pertama menemui karya dengan gaya ini di majalah hai. Beberapa kali berusaha meniru gaya tersebut, karena begitu anehnya sang ilustrator bisa menggambarkan figur seseorang dengan warna yang solid dan terpecah-pecah namun kita bisa langsung menebak siapa tokoh yang ditampilakan.
Sampai STM (he..he ketahuan kalau STM) sayapun bertemu dengan teman-teman yang ternyata banyak yang mengagumi gaya Wedha tersebut.
Setelah membaca bahwa gambar didapat dengan cara tracing atau menjiplak, saya jadi makin heran, karena walaupun dengan cara menjiplak pasti diperlukan kemampuan analisa warna yang sangat kuat sehingga gambar bisa begitu “hidup”. Kalau memakai warna harmonis mungkin masih bisa dinalar, tapi warna yang ditampilakan disini kuat dan anehnya tidak saling mengganggu tapi malah bisa membentuk dimensi - gelap-terang.
Pokoknya … bangga deh apalagi ini ternyata gaya ini satu-satunya di dunia ini alias anda pencetusnya.
Hidup Indonesia
http://www.sukartoen.blogspot.com/
karya yang menakjubkan bahkan tidak semua seniman handal dapat mengkombinasikan warna yang dimainkan dalam karya ini, salute untuk om wedha…
Dulu setiap kali saya buka majalah Hai periode awal 90, ilustrasi kotak Mas Wedha di daftar isi selalu saya tunggu. Permainan garis dan warnanya sungguh menakjubkan, dulu hingga sekarang…
Eksekusi yang hebat. Diperlukan analisa warna yang cerdas sehingga warna yang beragam bisa membentuk gelap terang objek sehingga tetap bisa membentuk dimensi objek.
Hormat Grak …… !!!!
Wah, pas saya liat karya mas Wedha, langsung keinget sama ilustrasi di majalah HAI! Ternyata Mas Wedha yang buat ya, dulu ilustrasinya termasuk yang unik dan beda dibanding ilustrasi majalah2 yang lain, bahkan sampai saat ini. Salut buat Mas Wedha!
Go. Mas Wedha… Go!
Ninoy dan Lupus kok nggak ikut ditampilkan?
Pameran bulan Maret 2009 nanti, kapan didiskusikan lagi?
wow… karya pak wedha bagus dalam hal eksplorasi dan estetis. saya pernah coba buat gaya2nya pak wedha.agak2 susah. hehhe. ternyata kekurangan malah bisa menghasilkan gaya yang unik. terimakasih pak wedha mau berbagi ilmunya.;)
salut buat Pak Wedha, saya agak agak penasaran, apa bapak kerja di majalah Hai dulu? karena disana pertama kali saya tertarik dengan dunia grafis, dan bahkan saya sempat ‘menjiplak’ karya bapak saat tugas menggambar masa SMP. sekali lagi salut buat Pak Wedha!
bersulang!
iyah mang mas wedha keren bgt….khas banget…..coba ada situs dan berasa bisa kolaborasi bareng…..alias ada pameran digitalnya gituh…dereshi…dereshi…dereshi…dereshi….
hai pak wedha…, kok karyanya foto pak yohanes surya gak ikutan di upload???
beliau suka pak… sya denger wktu di ruang dosen… hehehe.. bukan nguping…
cuma gak sengaja kedengeran…
salam buat bapak…dari saya dan iren…
see you pak di UMN..
Bagus banget nih karya-karyanya, pak Wedha.
Terima kasih sudah “sharing” prosess kreasinya.
Iya memang, ini mestinya pameran, atau paling nggak “publish” buku dong…
layak menjadi nama “wedha”-ism!
salute!
Duh, senengnya saya hari ini. Rasanya terlambung ke langit ke7. Saya jadi ragu, apa masih bisa berjalan lurus kalau nanti turun lagi ke bumi… Trimakasih ya, buat Erik, Tino, Irfan, Ribka, Martha, Iwan, Ronald, Agatha dan Iren. Buat Martha, gak usah penasaran, saya dari dulu sampe skr msh di Hai. Jangan ngambek ya Agatha, itu cuma kelupaan teknis koq. Jangan bilang2 ama Pak Yo, wajahnya lagi dikanvasin, tenang aja..
saya sudah sering sekali melihat visualisasi macam ini sejak saya kecil… + selalu penasaran tentang latar belakangnya…
sekarang sedikit demi sedikit terjawab.
salut… artikel yang amat berguna buat saya…
tQ,
saya fans ilustrasi ini di majalah Hai, Legendary!
wah. sadisss. hebat euy. waduh kapan saya bisa seperti anda ya? hehehe.
Wedha legend!
Thanks mas Wedha udah datang & menginspirasi kampus kita dengan marak berkotaknya, sekarang ke ‘ruang kampus terbuka’ DGI ini dan share bisa sangat luas merata… kita pembaca Hai pasti akrab dengan gaya ini…
bahkan sebelum gambar vektor & tools ini populer
dengan manual kesabaran mas Wedha bereksplorasi
… terimakasih untuk wejangan konsep ilustrator ‘berselancar di atas ombak’… sukses berkarya terus… berpameran… momong cucu… kapan marak berkotak jadi wallpaper handphone he he
thanks salut DGI
hag
wah gilee..seneng banget bisa dibeberkan disini tips n triknya mas wedha. saya fans berat mas wedha dari dulu nih, dulu tahun 90-an saya kumpulin tuh gambar-gambar dari majalah hai yg mas wedha bikin, dan secara tidak langsung kelar SMA menginspirasi saya untuk masuk kuliah desain haha..alhasil sampai sekarang saya masih suka banget sama aliran pop art dengan warna-warna yang segar dipandang mata..thx mas buat pencerahannya…kapan2 boleh ngobrol2 mas? saya sering ke jl. panjang 8A kog hehe..
Saya sudah kagum sama mas wedha sejak Lupus. Coretannya khas dan terus terang dulu saya sempet nyontek gaya sketsanya….sampek pernah saya bikin reproduksi gambar Lupus dg gaya khasnya yang nyandar sambil gelembungin permen karet dengan ukuran life-size!!! - tapi dengan versi yang lebih jelek….:P
Perjalanan kreatif mas Wedha sangat layak untuk dibukukan…Kapan nih?
Wahhh saya kirain pak Wedha cuma nongol di majalah CONCEPT aja. Sempet baca dan teringat sosok beliau setelah minjem concept-nya temen (abis gak sempet beli). Seperti apa ya sekarang pak wedha kabarnya?
ikut seneng juga, pak akhirnya salah satu tokoh penting dunia grafis indonesia seperti bapak akhirnya bisa berada di posisi yang seharusnya; sebagai ‘empu’ yang berbagi demi kemajuan dunia grafis indonesia.
kerendahan hati yang selama ini ‘menyembunyikan’ bapak ga mampu menenggelamkan keotentikan, kejeniusan & kekayaan kreatifitas karya bapak.
btw, karya-karya bapak bikin majalah HAI kakak saya bolong2
karena saya gunting & tempel di mading kamar, juga sedikit banyak mendorong saya untuk meyukai (& memasuki) dunia grafis.
terima kasih, pak wedha…
satu lagi kekayaan kreasi visual bangsa ini…
tinggal selangkah lagi mengisi rak2 toko buku terkemuka…
ilmu yang apik hukumnya wajib dibukukan…
biar lebih sahih jd dokumentasi fisik…
dan koleksi…
semoga mas…
Subhanallah walhamdulillah wala illaha illallah, allahu akbar!
Terimakasih yang tak terhingga untuk saudara-saudaraku yang telah mendukungku. Dan kebahagiaan ini mengiringi permohonan ampunku pada Bunda dan Yunda tercinta untuk kekecewaan yang dulu terlalu dalam kutorehkan…
Wow, seneng juga bisa lihat lagi karya2 pak Wedha yg bergaya kotak2 ini. Th 90an Karya pak Wedha ini yang selalu saya ingin lihat ketika membuka majalah hai. Saya mulai mengagumi karya2 pak Wedha ketika melihat ilustrasinya Lupus. Terima Kasih Pak, terus berkarya, dan jangan pergi dulu sebelum transfer ilmu ke saya, hehehe…
njisss
keren
dibahas juga di concept kan?
salut buat si om^^
karya yg membuat hati saya bergetar….
saya tidak kenal wedha secara pribadi sebelum pertemuan kami kira2 2004. setiap melihat ilustrasi wedha yg realis saya selalu ingat seniman besar norman rockwell. saya selalu memuji wedha sebagai norman rockwell-nya indonesia.
karya2nya tidak berhenti dalam hal teknis yang saat itu masih dikerjakan secara manual. banyak seniman2 besar dunia yang seperti ini. urusan teknis akan terupayakan ketika gagasan sudah berkecamuk dalam jiwa. bukan sebaliknya. pencapaian2 karya wedha selalu memiliki “jiwa” dan ini yang sulit untuk ditiru.
saya tunggu pamerannya mas wedha!
Trimakasih buat yang sudah menggoreskan makna pada kehadiran karya saya.Tapi rasanya akan seneng sekali bila kita bisa menyambung tali hati, kumpul rame2 pada pameran tunggal saya,dengan gaya ini, yang insyaAllah bertempat di BBJ, Januari ’09.
Tolong kontak saya di: [email protected] Trimakasih.
Salut mas… hayo… berkarya terus
giiiileee beneeeerrrrrrrrr……….. asyik banget, tiap gambaran penuh dengan art banget. salut banget mas,kayak apa yang dibilang ama johntefon semangat yaw, tetep berkarya dengan tampilan yang beraneka. chaaayo………………………………………….
ada yang ketinggalan mas, napa nggak buka khursus ajaaaa, ato bikin tempat khusus yang sederhana aja, yang penting nyaman buat berinspirasi. tempat itu terbuka untuk kaum muda yang berminat penuh dalam pengembangan bakat mereka dalam kreasi yang sama kayak apa yang dijalanin ama mas wedha. yaaaaaaaaa, biar mereka semakin semangat untuk berkarya,,,,, dari situ kan mereka bisa tanya2 sama mas wedha tentang trik2 selama ini.
Bravo… bravo… mas Wed

Ditunggu pamerannya… mulai sekarang mo jadi penganut wedhaism ahhh
mantap!! saya suka komposisi warnanya…
salam kreatif
dari jaman sekolah saya dah kagum pd karya-karya bapak… dulu saya kira umurnya masih sebaya dgn saya… ha ha ha…
tapi kalo berkarya tp blum pernah pameran di jogja kayaknya masih ada yg gimanaaa…gitu…
kita tunggu pamerannya di jogja, yg saat ini setiap harinya, setiap sudutnya, menggelar karya-karya yang seragam dan serupa… gak ada beda…
jika pak wedha senggang, silakan mampir di galeri maya saya… kasih petunjuk n masukannya ya…
terimakasih…
[…] • Minggu, 10 Agustus, jam 13.00-15.00: Ngobrol bersama Wedha mengenai metode ilustrasinya “Wedha’s Pop Art Portrait” […]
Langsung inget ilustrasi Hai awal 90an (nga’ tau sekarang masih ato nga?). Suatu ketika di masa lalu kami (saya dan kakak saya) sempat mengoleksi gambar2 tersebut dan men-tracing dalam ukuran yang besar di dinding kamar! hehe… Teknik yang dahsyat ini ternyata memiliki sejarah yang rumit dan orisinil.. Keren! salam.
Kubisme itu dari kata kubus, kubus itu kotak dan kotak itu kaku. Tapi Mas Wedha sanggup membuat lukisan kubisme wajah manusia, tanpa membuatnya kehilangan ekspresi (kaku). Salut untuk Mas Wedha.
AWESOME
TWO THUMBS UP
jadi ingat waktu melamar pekerjaan.. lucky charm saya adalah illustrasi yang saya buat hasil menyontek dari gambar mas wedha dari illustrasi index hai.. hehehe… saya ikut senang.. karena setelah berbelas tahun, akhirnya marak berkotak bisa dihargai orang banyak…
Muuuasss…
bagusss banget, euy!
pak Wedha sudah membuat trobosan dalam hidup dan karya seni…yah, kita memang diciptakan untuk mencipta oleh sang pencipta. God bless U.
Dasssyaatttd tenan mas, mestinya pameran berbarengan dengan peluncuran bukune. Sudah seharusnya salah satu penerbit di kelompok KG mau menerbitkan lho? tapi piye!??!! kok nggak pada gesit gitu lho……
WUIHHHHHHH…..DHAHHSYAAAT!…siapa tdk kenal kak Wedha…mentor jarak jauh dalam hal menggambar untuk saya….bagi pembaca hai di era 80-an….., terus terang saya selalu mau mengikuti gaya gambarnya…kalau lihat cover hai yang gambarnya Rahan, Trigan trus ilustrasi2 lainnya….hmmmmm….
SALUT kak Wedha….kalau lihat ilustrasi/gambarnya yg sekarang……BRAVOO….salam dari pembaca HAI era 80an massih ada…….
hueheheheheee, gw familiar bgt ama nama beliau…tutor gw sebelom ngantor di media cetak, ilustrator kenamaan, yg gw kenal pembuat ilustrasi Lupus, buku kesukaan gw waktu kecil dulu…Foto marak berkotak yg dia buat bener” legendaris, salut utk Mas Wedha…ntar kita ngobrol” di kantin lg ama Mas Aris yak…
Saluuuut Pak Wedha..setuju Wedha The Legend =) Jadi nostalgia 20 tahun lalu heheheh…terbukti konsistensi gayanya..malah makin sakti ya….suka banget Pak sama yg Dewa =) ga sabar pingin lihat besok…demo ya Pak kalau memungkinkan (P Hanny, Mas Adit ada kan?….)
Thanks buat inspirasinya, tetap semangat ya…
Pastinya kita akan muat di Majalah Versus
kami semua akan ada di sana, oline
sayang sekali kalau acara ini dilewatkan.
Ikuti obrolan yang hangat dan seru bersama Wedha, dalam acara Ngobrol bersama Desainer Grafis bertema: “Wedha’s Pop Art Portrait” di panggung Pameran Ekonomi Kreatif “Indonesia Bisa!” di Senayan City pada hari Minggu, 10 Agustus 2008, pukul 13.00. Free!
style illo nya mas Wedha termsk original nih.
never seen before..
salut bwt mas Wedha
the new god has come
saya juga salah satu fansnya mas (pak) wedha jaman msh langganan HAI dulu. saya barusan hadir juga di acara talkshow dgn mas wedha di SenCi. wah akhirnya saya bisa melihat lgs sosok mas wedha…maju trus mas… umur bukan halangan, yg penting terus berkarya…
kalau boleh bisakah saya meminta alamat / email mas wedha?
smakin berkurangnya umur aq kira smakin great aza karya-karya mas wedha ini,..kualitas, sense, feel, pokonya wedha banget….salut buat mas wedha,…pengen bgt nich berguru sama master…..;)
bimo, alamat email pak wedha ada di salah satu komentar di atas pada urutan ke-28. semoga bermanfaat.
karya pak Wedha yang luar biasa menjadi teladan bagi banyak kreator, bukan untuk mencontek karyanya tapi untuk membangkitkan gairah yang berani dalam mengekspresikan diri dalam berkarya…
Yah….hari minggu saya tdk dapat hadir diacara “Ngobrol bersama Desainer Grafis bertema: “Wedha’s Pop Art Portrait” talk2nya….siapakah yg bisa ceritakan serunya acara itu?….hehe
Pak Wedha mantap mentong (mentong bahasa Makassar pak, kira-kira artinya = memang). Mau tanya buat ilustrasi seperti grup SLANK diatas butuh berapa lama ya pak kerjanya?
pamerannya kpn pak??
terus berkarya yak!!
Pak Wedha. Saya (sempat) fans berat bapak (atau masih ya?). Dulu saya mengkoleksi semua ilustrasi kubisme Bapak yang dimuat di HAI. Sekarang juga masih ada. Ada satu yang saya bingkai di kamar: Arnold Schwarzenegger.
Terbitkan dalam bentuk buku, Pak, yang lengkap dengan komentar proses kreatif tiap gambar.
Pada beberapa kali kuliah, saya juga menggunakan ilustrasi beberapa kubisme Bapak sebagai studi contoh (Saya mengajar matakuliah Psikologi Kognitif).
saya pernah melihat hasil karya orang dari luar Indonesia. seniman tersebut saking penasaran, bagaimana sih pandangan orang yang lagi teler jika melihat yang ada di sekitarnya. lalu seniman tersebut mencoba dan dia pun teler. Setelah sadar, dia pun segera menuangkannya di atas kanvas. Hasilnya…. wah seperti di dunia khayalan, serba bersinar dan berbias. pantes aja, jika udah kecanduan tidak bisa dihentikan.
TAPI kita sebagai seniman jangan begitu deh (kalo bisa). Jika sudah yang aneh-aneh tapi hasilnya wah, lebih baik pake konsep dan dikerjakan dengan sadar. Oke khan mas?!
Tambahan lagi, buat para seniman yang bisa merekam hasil mimpi kita (mimpi indah gitu), dituangkan saja deh ke kertas. mudah-mudahan jadi karya yang bagus.
buat mas, aduh, tolong deh karyanya BAGUUSSSS. ^-^
buat pak Hanny:
oh iya saya kurang cermat, terima kasih pak
Terimakasih atas penerimaan dan pujian atas karya saya.
Pada komentar2 Anda, banyak formulasi kata, untuk apa yang telah saya lakukan, yang justru menambah wawasan berkesenian saya. Untuk itu,sekali lagi saya haturkan
terimakasih yang tak terhingga. FYI,pameran saya insyaAllah dimajukan menjadi 28 Oktober 2008.
Wah….TOP MARKOTOP…..
Karya Mas WEDHA
Ditunggu Pameran Tunggalnya Mas…?….
keyen mas e.. kayak liat picasso en warhol di gabung.. ah nostalgia cover HAI jadul deh
Pak Wedha, dari kecil saya sangat kagum dengan karya anda.
saya akan datang pada saat pameran tahun depan
godote, pameran tunggal pak wedha di bentara budaya dimajukan menjadi 28 oktober 2008.
great works….di tunggu bukunya…
salam hangat dari jokja
salam mas wedha … lama gak dengar kabar sejak terakhir sarapan pagi bareng2 di kantin belakang … (biasanya paling telat, yang pakai jimny hehehe) … salam buat keluarga semua mas .. salut!
28 oktober yak pak??
The Solo Painting Exhibition WEDHA’s POP ART PORTRAIT
We cordially invite you to the opening of The Solo Painting Exhibition WEDHA’s POP ART PORTRAIT. The Exhibition will be Officiated with JAKOB OETAMA
On Tuesday, October 28th, 2008
7 PM at Bentara Budaya Jakarta
Jln. Palmerah Selatan 17, Jakarta 10270
Talk Show The Principles of Wedha’s Pop Art Portrait with
Wedha Abdul Rasyid, moderator: Rully Susanto
Sunday, Nov 2nd, 2008 at 10.00 AM open for public
The Exhibition will be opened for public Oct 28th until Nov 4th 10.00 AM – 6.00 PM
The opening ceremony will be decorated with The Art of Choreography by EKI Dance Group.
For more information [email protected]
Wedha 0818737435
[…] cordially invite you to the opening of The Solo Painting Exhibition WEDHA’s POP ART PORTRAIT The Exhibition will be Officiated with JAKOB […]
…mmmh…
kapan nh singgah ke Semarang?
Buat DGI juga, Graphic Exhibition tour donk…
wah…
akhr nya jadi juga pameran nya…
Kepada Anto dan fans Wedha semuanya,
Museum DGI (Desain Grafis Indonesia) akan mengadakan pameran secara online karya-karya retrospektif Wedha untuk mengiringi pameran karya-karya mutakhirnya di Bentara Budaya 28 Oktober 2008. Jadi karya-karya pak Wedha akan bisa disaksikan bukan hanya di Semarang tapi juga di seluruh Indonesia, bahkan di seluruh dunia
Selamat menikmatinya.
Salam DGI,
hk
[…] pameran karya-karya mutakhir Wedha “Wedha’s Pop Art Portrait” tanggal 28 Oktober 2008 di Bentara Budaya, Museum DGI (MDGI) menyelenggarakan pameran virtual […]
Satu kata “bagossssssss”
aQ ingin belajar membuat karya kek gitu ni
gmana y cara langkah awalnya???
halaman yang ada karyanya wedha di HAI selalu menarik perhatian saya. pernah sesekali minta di jadikan bonus spread 2 halaman full, tapi sepertinya belum terkabul… hehhee salam dan sukses…
mas Wedha. akhirnya ketemu juga nih, meskipun lewat email……..
gimana atuh kabarnya??? Anda teh tetep luar biasa yach… Masih inget saya ga?? si ndil tea…?
teman-teman pengagum mas Wedha, selain pinter gambar, mas wedha itu suaranya bagus banget… dulu saya pernah satu grup band sama dia. meskipun saya pemula, tapi dia tuh support banget, rendah hati n sabaaar buanget…
saya kagum n sampai sekarang masih terkenang, seneng banget denger mas wedha nyanyi lagu favoritnya: the last waltz, my way, masquerade, etc. saya masih simpan semua filenya. kroncongannya gmn? masih jalan?
Mas, tolong donk emailnya…. Tx a lot..
Lydia ndil
Mas Wedha, I’m Your Fans
Pop art-nya mas Wedha ini salah satu yang terdepan menjadikan Hai berkarakter. Salut untuk eksplorasi, intuisi, imajinasi, dan introspeksi mas Wedha yang berbuah inovasi. Junjung tinggi perupa Indonesia!
pantaslah mas wedha bernama asli abdul rasyid…
terus berkarya, mas…
jadikan karyanya makin bisa bawa pemirsa makin dekat dengan keagungan TUhan…
salam seni
Wah om……karya om bikin semua orang merinding melihatnya
keren banget…………..
salut buat om wedha
kapan yah saya bisa bikin trobosan kaya gitu…….?
just wanna say your art definition is so cool,great,and also i learn more how to live in the art of life by looking your greatest popart
Thanks buat mas Wedha yang sudah mau berbagi ilmu menggambar teknik ini, saya sudah dari dulu mencoba mencari tahu bagaimana caranya membuat gambar seperti ini. Dulu yang saya lakukan hanya membuat poster dari gambar-gambar yang ada di majalah Hai, kalau sekarang saya sudah bisa mencoba dengan gambar-gambar yang lain…
Thanks….
mas wedha adalah salah satu orang yang membuat saya memilih kuliah di Desain Grafis.. hayo tanggung jawab mas.. hahahahahaha….
Karya karyanya sangat menginspirasi saya pada masa sekolah dulu bahkan sampai sekarang…….
salam..
grafisnya keren banget, salam
Gaya Wedha…. Salut ! Salam.
mas wedha tau gak caranya bikin pop art pake photoshop? thanx. . .
Buat Rahma,foto warna,discan terus di posterize. Selanjutnya warna bisa dimainin dengan chanel mixer. Hasilnya sudah bisa disebut Pop Art.
To do point az…
Bisa bantu aku nggak untuk membuat mading dua dimensi?
Aku bingung bagaimana caranya?
Thanks
bapak…
kpn ngajar kita lagi..?
cutinya satu semester aja yakh pak..
hhe…
pameran selanjutnya ditunggu ya pak…
trus kami mau launching buku perdana kami, beserta karya marak berkotak yang bapak ajarkan, datang ya pak…!!!
pertengahan januari.
- anak2 penerbitan sore (politeknik negeri jakarta)
thanks mas wedha. . .
gitu ta caranya
ok deh
moga DGI tambah maju.
salam DGI
saya menggemari karya mas wedha dari SD dulu. tahun 80-an. keren! two thumbs up! terus berkarya!
[…] Karya Pak Wedha […]
Sekali lagi terimakasih buat para supporter. Berarti banget buat saya. Buat Anak Papah di PNJ, insyaallah Papah akan dateng. Papah juga kangen koq. Buat Ari, mending tanya ama sekolah sebelah. Mereka pasti bisa. Kepanjangan kalo diterangin di sini.
andy warholnya Indonesia… jangan-jangan warhol mestinya harus belajar dari mas wedha ya..
Ck..ck…ck…bener ya ternyata om-ku yang satu ini terkenal banget. ga nyangka banget. kalau di acara keluarga ngga pernah bilang-bilang udah jadi salah satu master pop art di Indonesia. jadi terharu
bikin web sendiri aja napa om. atau blog deh yang gampang
keep rockin deh om.
saya ini sjeak sd kelas 5 dulu, tahun 1989-an udah ngefans berat sama mas wedha. keren, apalagi coretan untuk lupusnya itu lho… orisinal..
viva la marak berkotak
kalo inget jaman jaya2nya majalah HAI, pasti keinget juga karya2nya mas wedha. 1 lagi…karya2 mas wedha juga menginspirasiku buat berkarya.. salut..! tengkyu..! keep doing ‘fine’..!
[…] Juli 2008 Wedha, illustrator, menggambarkan proses ilustrasinya yang terkenal dengan nama Foto Marak Berkotak (FMB) yang disambut antusias penggemarnya sehingga menghasilkan 88 komentar, terbanyak sepanjang sejarah […]
gmn cR bKin ianK kyK gt bang ..?
semoga ilham yang anda punya nyalur ke saya
salut……!!! taste-nya gila,intuisi anda itu lho yang gak mudah
gw tau web ini dari seorang teman sharing design….wah bener2 bagus banget karyanya…..
mudah2an gw bisa sabar buat seperti ini….
Saya kagum dari dulu dg karya2 pak Wedha,banyak menginspirasi saya dalam berkarya.
Terimakasih pak…sudah membagi ilmunya.
huaaahhhh….. thx 4 ( pak / mas?????) wedha…..
membantu sekali buat tugas kuliahkuh…….
makachiey………..
xie xie….
arigatou gozaimasu..^_^
hmmm…i memang sangat suka ur pop art style, kalau ada exhibition lagi. mesti la tel me. i akan pergi kalau boleh! keep it on man!
Hebat, keren, Luar biasa dan terima kasih…
wuih…
emang keren dah bapakku satu ini…
kagak ada matinye…
saya mau coba pake prinsip penggunaan warna bapak di karya saya…dan kita lihat hasilnya!!!
doakan saya sukses yyyooo…
[…] oleh: Wedha Abdul Rasyid […]
ya, saya suka kubisme, saya sdg mempelajari karya-karya pet mondrian mas.
Pak Wedha, ada buku mengenai teknik ini ?
Sekali lagi terimakasih pada para pemerhati dan supporter yang telah membuat kehadiran karya-karya ini menjadi berarti.Buat Very, buku sedang digarap.
Terus terang saya pengagum gambar2nya mas Wedha, saya mulai seneng gambarnya mas wedha di Hai dan Lupus (saya ga tertarik baca buku lupus yg ilustrasinya bukan digambar mas wedha… bener lho). Ilustrasi warna-warni dan kesan kotak2nya pokoknye sophisticated sekali di tahun 90an.. ga nyangka ternyata tekniknya di share disini… terus penuhi dunia pop art dengan karya2mu Mas Wedha..
salam kenal dari saya, salah satu penikmat seni…
Ga nyangka karya (gaya) yang sedemikian menakjubkan justru lahir dari keterbatasan seorang illustrator handal. Satu illustrasi pak Wedha yang masih lekat dingatan saya adalah FMB dari Pay Slank (waktu itu masih di slank).
Sebagai seorang graphic designer Indonesia pemula saya menghaturkan penghormatan tertinggi buat Pak Wedha. Ternyata ada gaya grafis aseli Indonesia (walau masih turunan dari pop art).
Belom punya website sendiri pak? Sudah saatnya meracuni balik orang Amerika pak… hehehehe…
Terimakasih buat Ivan, Pickart dan Orangutanz.Khusus buat Orangutanz yang manas-manasin..he,he,he, mestinya dia jangan mati dulu,ya.Kayaknya bakal nyesel doi bikin Monroe, Jagger kayak gitu. Kalo mau diracunin, dia tuh. Dah liat http://www.wedhahai.deviantart.com belum?
[…] 114 comments Wedha’s Pop Art Portrait […]
Benar-benar karya pop art yang original. Karya monumental yang sangat catchy dan bisa dinikmati semua orang. Mantab!
sejak sma saya sering menikmati karya2 pakdhe, sekarang saya belajar membuat WPAP, dan pakdhe adalah inspirasi saya, makasih pakdhe dan teruslah berkarya…!
[…] terkait: Wedha’s Pop Art Portrait di DGI v 2.0 Wedha’s Pop Art Portrait di DGI v […]
Wedha how can we get your contact, ASAP? Tq (Guava Production)
please email to [email protected]
Saya penggemar lukisan kubisme mas wedha sejak saya SMA (93-96). Cuma sekadar mengingatkan, gambar 1 di sampingnya Freddy Mercury itu adalah gambarnya Joey Tempest, vocalisnya Europe…saya yakin karena gambarnya jelas sekali dan saya masih ingat betul edisi HAI kala itu terbit…salam
om terasa tk sadar membuat kontribusi pada saya, dalam dunia seni & desain grapis
Thanks mas wedha, saya lagi mendalami tehnik WPAP, ternyata ketemu bumbu rahasianya disini!