Desain Grafis Indonesia

Desain Grafis Indonesia

Fostering understanding among Indonesian graphic designers and its juncture in art, design, culture and society

7 Mitos & Fakta Desain Grafis

Oleh FDGI - Surianto Rustan

#1
Desain grafis itu komputer (harus memakai komputer)

Komputer memang digunakan dalam proses mendesain, namun tidak seluruhnya, dan bukan hal yang paling utama. Merancang solusi untuk suatu masalah adalah yang paling utama dalam desain grafis, ini dilakukan dengan riset / wawancara, membuat catatan*. Sama sekali belum menggambar, apalagi menggunakan komputer.

* Riset / wawancara dilakukan kepada pihak yang berhubungan dengan permasalahan, sedangkan membuat catatan untuk mengembangkan imajinasi, untuk kemungkinan solusi.

#2
Bisa Photoshop / Illustrator / CorelDraw = bisa desain grafis

Software itu bukan desain grafis / bukan alat utama dalam desain grafis. Ia hanya alat bantu dalam membuat karya desain grafis. Bisa mengoperasikan software-nya belum tentu bisa mendesain dengan baik.

Untuk menghasilkan karya desain yang berhasil, ada tahapan kerja dan prinsip-prinsip yang harus diterapkan. Software tidak mengerti hal itu, ia hanya alat. Yang harus mempelajari adalah si pemakainya.

Desainer grafis tidak menggantungkan dirinya pada software, tapi pada otaknya yang kreatif. Riset, analisa, mencari strategi visual dan komunikasi adalah proses awal mendesain. Hal itu tidak bisa dilakukan oleh Photoshop, Illustrator, CorelDraw, atau software lainnya, hanya otak kita yang dapat melakukannya.

#3
Desain grafis itu membuat iklan

Membuat iklan memang salah satu pekerjaan yang cukup banyak ditekuni oleh desainer grafis, tapi bukan itu satu-satunya. Branding, editorial & penerbitan, desain kemasan / packaging, web & development, adalah di antara sekian banyak yang juga ditekuni oleh desainer grafis.

#4
Desain grafis itu cuma make-up, menghias sesuatu supaya lebih indah

Yang sekadar menghias itu bukan desain grafis, tetapi dekorasi, tujuannya memang cuma satu: untuk memperindah. Tidak ada fungsi lainnya.

Kalau desain grafis, selain memperindah ia juga punya fungsi: menyampaikan pesan dan identitas. Tujuannya untuk menjual, memberi informasi, menanamkan citra ke benak konsumen, dan lain-lain.

Contoh: iklan handphone di majalah. Selain ia harus menarik perhatian pembaca, juga punya tugas menyampaikan pesan dengan jelas, merayu orang untuk membeli, menggambarkan citra brand tersebut.
Ini desain grafis.

#5
Desain grafis itu masalah selera. Kalau saya bilang suka, orang lain mungkin tidak suka.

Kalau berupa dekorasi saja mungkin bisa dinilai tergantung selera pribadi: “suka”, “tidak suka”. Tetapi kalau desain grafis dinilai secara keseluruhan, maka penilaiannya jadi: “apakah ia dapat menjual?”, “apakah berhasil menginformasikan?”, “apakah terbangun citra yang diharapkan?” dan penilaian-penilaian lain yang sifatnya objektif, bukan subjektif / selera pribadi.

#6
Untuk menjadi desainer grafis, yang paling penting punya bakat seni.

Bakat seni memang diperlukan dalam mendesain, tapi bukan segala-galanya. Kerajinan dalam berlatih, keberanian mengeksplorasi hal-hal baru, kreativitas, kemampuan logika, analisa, komunikasi, kepekaan, dan masih banyak lagi kemampuan yang lebih dibutuhkan untuk menjadi seorang desainer grafis.

Bila hanya mengandalkan bakat dan tidak mengembangkan kemampuan lainnya, tidak akan membuat seseorang menjadi desainer grafis yang baik.

#7
Desainer grafis tidak perlu bisa menggambar
Desainer grafis harus jago menggambar

Desainer grafis perlu bisa menggambar, walaupun tidak perlu bagus sekali. Karena menggambar itu sebetulnya mengatur pemikiran / ide-ide, sebagaimana seorang penulis mengatur kata-kata dalam tulisannya.

Desainer grafis perlu punya kemampuan menggambar untuk mempermudah mewujudkan ide-idenya sendiri, atau untuk menerangkan ide tersebut kepada orang lain untuk diwujudkan secara visual, contohnya seorang art director kepada anak buahnya.|

Download >> 7 MITOS & FAKTA DESAIN GRAFIS

•••

« Previous Article Next Article »

  • Share this!
  • delicious
  • mail
  • tweet this
  • share on facebook
  • Add to Google Bookmarks
  • Add to Yahoo! Buzz

COMMENTS

  1. #5 Bagaimana dengan pendapat ini?
    In the digital era, type design is, and has to be, “quirky, personal and unreservedly subjective” because the aim is to “promote multiple rather than fixed readings, to provoke the reader into becoming an active participant in the construction of
    the message.” (Poynor, 1991, p. 9)

    Bagaimana juga dengan pendapat ini?
    Marian Bantjes: Now, this is heresy in the design world. The ego is not supposed to be involved in graphic design. But I find that for myself, without exception, the more I deal with the work as something of my own, as something that is personal, the more successful it is as something that’s compelling, interesting and sustaining. So I exist somewhat outside of the mainstream of design thinking.

  2. masih menyangkut #5
    Bagaimana dengan pendapat yang satu ini juga?
    However, Ruder himself did not propose the invisibility of the designer (Warde, 1932). In fact, he said that in advertising “it is left almost completely open to the typographer to interpret the copy in his own personal way…The importance of the message… must be brought out by typographical means, for it is the visual impact on the public that matters and not so much the legibility.”

  3. Terima kasih atas input yang sangat berharga dari rekan-rekan sekalian, memang sangat sulit menjawab secara ringkas pertanyaan apa itu desain grafis dari seorang finance manager misalnya, atau seorang pedagang kelontong misalnya, atau seorang agen asuransi misalnya.

    Mengingat rubrik Bukamata ini sebetulnya diperuntukkan bagi mereka, yang tentu saja porsi dan kedalaman pemahamannya tentang desain grafis jelas berbeda dengan para profesional designer.

    Tapi tentunya bila ada usulan ‘bahasa’ yang lebih pas untuk target audience tersebut akan kami terima dengan senang hati demi penyempurnaan di masa depan.

    Salam sejahtera.

  4. poynor is a general visual arts journalist.
    Marian Bantjes is an artist.

    they think more personal.
    they think as an artist than a half blood, designer.
    me do.

  5. Dalam prosesnya, sebuah kreativitas memerlukan unsur utama yaitu gerak dan dorongan lalu ditunjang dengan aspek-aspek lainnya untuk memperkuat prosesnya.(Primadi Tabrani:2000)

    menurut saya, sebagai fakta, kreativitas yang merupakan fundamental dari desain hendaknya dilatih lebih dulu untuk memunculkan sense, dan ini menarik, karena good sense datang dari banyaknya gerak (practice), motivasi (dorongan), intuisi, dan pengamatan (observation)

    selain itu, menurut quote dari pak primadi, perlu ditunjang dengan aspek-aspek lain untuk memperkuat prosesnya mungkin seperti kemampuan komunikasi, emotion control, penguasaan tools (software-hardware), memperkaya literatur desain, disiplin waktu, dan sebagainya.

    menurut opini saya pribadi, desain grafis is a mind bending job to create a better public perception to certain image with a touch of great aesthetic ;)

    nice article pak. regards.

  6. Terima kasih, perspektif yang dapat memperkaya pemahaman.

  7. Setuju atau tidak dengan perspektif di atas, secara pribadi saya melihat kalau terkadang seorang designer juga harus mampu mengedukasi klien bahwa graphic designer bukan hanya sekedar tukang gambar.
    Tanpa kemampuan persuasif (dan tidak terkesan menggurui klien), designer akan lebih sering terbentur untuk memilih antara pakem di atas atau urusan dompet.

Add Your Comments

© DGI-Indonesia.com | Powered by Wordpress | DGI Logo, DGI's Elements & IGDA Logo by Henricus Kusbiantoro | Web's Framing by Danu Widhyatmoko | Developed by Bloggingly